Lebaran
merupakan momen istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia, tidak terkecuali
muslim Indonesia. Berbeda dengan negara-negara muslim pada umumnya yang
menganggap Idul Fitri hanya sebagai momen yang menghubungkan manusia dengan
Tuhannya, masyarakat Indonesia mempunyai persepsi bahwa lebaran juga merupakan
waktu yang tepat untuk saling meluruhkan dosa kepada sesama manusia terutama
orang terdekatnya.
Oleh sebab itu, masyarakat Indonesia yang sebagian besar mengadu nasib ke kota untuk mengais rezeki, berbondong-bondong pulang ke kampung halaman untuk merayakan lebaran bersama keluarga. Kegiatan inilah yang sering disebut dengan istilah mudik.
Oleh sebab itu, masyarakat Indonesia yang sebagian besar mengadu nasib ke kota untuk mengais rezeki, berbondong-bondong pulang ke kampung halaman untuk merayakan lebaran bersama keluarga. Kegiatan inilah yang sering disebut dengan istilah mudik.
Tradisi
mudik tidak bisa dihilangkan dari jiwa masyarakat Indonesia. Kegiatan ini
seolah-olah telah menjadi suatu kewajiban bagi para perantau. Seperti yang
dikatakan oleh Nur Cholis Madjid (Cak Nur) dalam bukunya yang berjudul
“Keislaman Yang Hanif” bahwa mudik bukanlah hal yang gampang karena hal ini
berkaitan dengan dorongan ilmiah atau fitri manusia, yakni mereka ingin kembali
kepada hal-hal yang berasal dari dimensi asal, seperti kembali kepada
orang-orang yang paling dekat atau ibu, bapak dan saudara. Dari kutipan buku
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya manusia sudah dibekali dengan
hasrat untuk selalu dekat dengan orang-orang yang berarti bagi hidup mereka, terlebih
pada musim lebaran yang penuh rahmat dan ampunan.
Problematika
Mudik
Di
musim mudik seperti sekarang ini, potensi kemacetan dan kecelakaan lalu lintas
dirasa lebih besar. Selain mobilitas penduduk dalam jumlah yang besar dan dalam
waktu yang bersamaan, penyebab terjadinya kemacetan dan kecelakaan lalu lintas
yang lain adalah kerusakan jalan raya. Dalam tulisan ini, penulis akan membahas
mengenai mudik di jalur darat, terutama di jalan raya.
Kerusakan jalan di Indonesia semakin meluas. Kasus yang dulu hanya ada di kota-kota besar
itu, kini sudah merambah sampai ke daerah-daerah. Ada banyak hal yang menyebabkan
kerusakan jalan. Pertama, jumlah kendaraan di Indonesia yang semakin membludak. Sebagian
besar masyarakat Indonesia beranggapan
bahwa
selain digunakan sebagai alat untuk mempercepat langkah manusia, kendaraan juga
dijadikan sebagai tolok ukur untuk mengukur kelas sosial seseorang. Hal inilah
yang menyebabkan masyarakat menjadi konsumeris,
khususnya dalam hal membeli kendaraan karena mereka ingin dipandang sebagai
orang yang berkelas sosial tinggi. Jika volume kendaraan semakin bertambah,
maka beban yang harus ditanggung jalan pun akan semakin berat, sehingga peluang
kerusakan jalan kian besar.
Kedua,
penggelembungan anggaran (mark up) oleh pihak pelaksana proyek pembangunan. Penggelembungan dana merupakan hal
yang sangat merugikan. Bagaimana tidak, anggaran yang seharusnya hanya
dialokasikan untuk pengerjaan proyek pembangunan ternyata masuk ke dalam kantong
pejabat negara yang tidak beranggung jawab. Selain itu, proses
pembangunan tidak akan berjalan sebagaimana semestinya, hasil yang didapatkan
pun tidak akan optimal dan tentu saja berkualitas
rendah. Untuk mengantisipasi kecurangan tersebut, peran pemerintah sangat
dibutuhkan untuk mengawasi jalannya proyek agar sesuai dengan harapan.
Ketiga,
muatan berlebihan kendaraan berat (overloaded). Kendaraan yang mengangkut muatan melebihi ketentuan
batas beban yang ditetapkan, akan meningkatkan potensi daya rusak yang tinggi,
serta akan memperpendek umur jalan. Faktor inilah yang menyebabkan kerusakan
jalan akan lebih cepat terjadi jika dibandingkan dengan faktor-faktor lain,
karena dalam praktiknya ini yang paling sering dilakukan para pengguna jalanan.
Ketiga
hal tersebutlah yang memberikan sumbangsih masalah kepada Dinas Perhubungan,
yaitu kemacetan dan kecelakaan lalu lintas yang menjadi penyakit kronis ibukota dan kota-kota
besar lainnya yang belum bisa diatasi pemerintah. Pada tahun 2013, Kepolisian
Republik Indonesia (Polri) mencatat, sebanyak 23.385 orang tewas akibat
kecelakaan lalu lintas (Lakalantas). Angka
yang cukup fantastis, hal ini membuktikan bahwa kecelakaan lalu lintas menjadi
salah satu pekerjaan rumah Polri dan
pemerintah yang harus segera diselesaikan. Pemerintah seharusnya segera mengambil
tindakan yang tepat
agar jumlah kasus kecelakaan Indonesia dapat berkurang dari tahun sebelumnya.
Selama
ini pemerintah memang sudah membuat kebijakan untuk mengatasi masalah kerusakan
jalan dengan menetapkannya dalam APBN. Namun,
yang menjadi permasalahan adalah pada tahap pelaksanaan program tersebut. Ada
beberapa oknum yang memanfaatkan proyek-proyek itu untuk kepentingan pribadi
atau kelompok, sehinga kualitas bangunan tidak sebagus yang seharusnya. Oleh
sebab itu, oknum-oknum yang melakukan penyelewengan harus ditindak tegas. Seperti
yang terjadi beberapa waktu lalu, menjelang mudik lebaran, pemerintah melakukan
pembangunan jalan, dengan maksud untuk mengurangi potensi terjadinya kecelakaan
dan kemacetan, seperti yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Namun, lagi-lagi pembangunan jalan tidak optimal, hanya sekedar membenahi
jalan-jalan yang berlubang dan dirasa
paling parah. Dan kualitas jalannya pun tidak bertahan lama.
Peran
masyarakat juga sangat dibutuhkan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya
kecelakaan, karena dengan adanya kesadaran berlalu lintas yang baik secara
otomatis konsumerisme masyarakat dapat berangsur-angsur berkurang. Dengan begitu,
kerusakan jalan juga akan berkurang dengan sendirinya. Jadi masyarakat dan pemerintah
harus saling bersinergi, baik dalam mengawasi jalannya pembangunan maupun dalam
pelaksaan program yang telah direncanakan.
Belajar dari banyaknya kasus
kecelakaan yang terjadi beberapa waktu lalu, serta kemacetan di beberapa titik,
maka pemerintah harus mengantisipasi jauh-jauh hari sebelum musim mudik tiba.
Dengan mempersiapkan segala sesuatunya, seperti infrastruktur jalan, sarana
prasarana, dan rambu lalu lintas, maka kemungkinan terjadinya hal yang tidak
diinginkan akan bisa diminimalisir. Terutama soal infratruktur jalan, jangan
sampai hanya dibangun menjelang lebaran saja, sehingga terkesan dadakan dan
kualitasnya buruk. Pemerintah harus berfikir jangka panjang, untuk keselamatan
dan kenyamanan pengguna jalan saat mudik tiba. Selain itu, pengguna jalan
seharusnya lebih berhati-hati saat berkendara terutama pada musim mudik seperti
sekarang ini. Wallahu a’lam.
*) Oleh :
Agusti Alfi Nurul Insani
Peneliti
Muda di Lembaga Studi Agama dan Nasionalisme (LeSAN), Sekretaris di Komunitas
Santri Canggih (KSC) IAIN Walisongo Semarang. Tayang di Koran Pagi Wawasan, 2-8-2014
Tag :
Moralitas & Budaya
1 Komentar untuk "Belajar dari Mudik Lebaran 2014"
terimakasih banyak, sangat membantu sekali nih pengalamannya...
http://www.tokoobatku.com/obat-penyakit-batu-ginjal-herbal/