Belajar dari Mudik Lebaran 2014


Agusti Alfi Nurul InsaniLebaran merupakan momen istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia, tidak terkecuali muslim Indonesia. Berbeda dengan negara-negara muslim pada umumnya yang menganggap Idul Fitri hanya sebagai momen yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya, masyarakat Indonesia mempunyai persepsi bahwa lebaran juga merupakan waktu yang tepat untuk saling meluruhkan dosa kepada sesama manusia terutama orang terdekatnya.
Oleh sebab itu, masyarakat Indonesia yang sebagian besar mengadu nasib ke kota untuk mengais rezeki, berbondong-bondong pulang ke kampung halaman untuk merayakan lebaran bersama keluarga. Kegiatan inilah yang sering disebut dengan istilah mudik.

Tradisi mudik tidak bisa dihilangkan dari jiwa masyarakat Indonesia. Kegiatan ini seolah-olah telah menjadi suatu kewajiban bagi para perantau. Seperti yang dikatakan oleh Nur Cholis Madjid (Cak Nur) dalam bukunya yang berjudul “Keislaman Yang Hanif” bahwa mudik bukanlah hal yang gampang karena hal ini berkaitan dengan dorongan ilmiah atau fitri manusia, yakni mereka ingin kembali kepada hal-hal yang berasal dari dimensi asal, seperti kembali kepada orang-orang yang paling dekat atau ibu, bapak dan saudara. Dari kutipan buku tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya manusia sudah dibekali dengan hasrat untuk selalu dekat dengan orang-orang yang berarti bagi hidup mereka, terlebih pada musim lebaran yang penuh rahmat dan ampunan.

Problematika Mudik
Di musim mudik seperti sekarang ini, potensi kemacetan dan kecelakaan lalu lintas dirasa lebih besar. Selain mobilitas penduduk dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang bersamaan, penyebab terjadinya kemacetan dan kecelakaan lalu lintas yang lain adalah kerusakan jalan raya. Dalam tulisan ini, penulis akan membahas mengenai mudik di jalur darat, terutama di jalan raya.

Kerusakan jalan di Indonesia semakin meluas. Kasus yang dulu hanya ada di kota-kota besar itu, kini sudah merambah sampai ke daerah-daerah. Ada banyak hal yang menyebabkan kerusakan jalan. Pertama, jumlah kendaraan di Indonesia yang semakin membludak. Sebagian besar masyarakat Indonesia beranggapan bahwa selain digunakan sebagai alat untuk mempercepat langkah manusia, kendaraan juga dijadikan sebagai tolok ukur untuk mengukur kelas sosial seseorang. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat menjadi konsumeris, khususnya dalam hal membeli kendaraan karena mereka ingin dipandang sebagai orang yang berkelas sosial tinggi. Jika volume kendaraan semakin bertambah, maka beban yang harus ditanggung jalan pun akan semakin berat, sehingga peluang kerusakan jalan kian besar.
Kedua, penggelembungan anggaran (mark up) oleh pihak pelaksana proyek pembangunan. Penggelembungan dana merupakan hal yang sangat merugikan. Bagaimana tidak, anggaran yang seharusnya hanya dialokasikan untuk pengerjaan proyek pembangunan ternyata masuk ke dalam kantong pejabat negara yang tidak beranggung jawab. Selain itu, proses pembangunan tidak akan berjalan sebagaimana semestinya, hasil yang didapatkan pun tidak akan optimal dan tentu saja berkualitas rendah. Untuk mengantisipasi kecurangan tersebut, peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengawasi jalannya proyek agar sesuai dengan harapan.
Ketiga, muatan berlebihan kendaraan berat (overloaded). Kendaraan yang mengangkut muatan melebihi ketentuan batas beban yang ditetapkan, akan meningkatkan potensi daya rusak yang tinggi, serta akan memperpendek umur jalan. Faktor inilah yang menyebabkan kerusakan jalan akan lebih cepat terjadi jika dibandingkan dengan faktor-faktor lain, karena dalam praktiknya ini yang paling sering dilakukan para pengguna jalanan.

Ketiga hal tersebutlah yang memberikan sumbangsih masalah kepada Dinas Perhubungan, yaitu kemacetan dan kecelakaan lalu lintas yang  menjadi penyakit kronis ibukota dan kota-kota besar lainnya yang belum bisa diatasi pemerintah. Pada tahun 2013, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mencatat, sebanyak 23.385 orang tewas akibat kecelakaan lalu lintas (Lakalantas). Angka yang cukup fantastis, hal ini membuktikan bahwa kecelakaan lalu lintas menjadi salah satu pekerjaan rumah Polri dan pemerintah yang harus segera diselesaikan. Pemerintah seharusnya segera mengambil tindakan yang tepat agar jumlah kasus kecelakaan Indonesia dapat berkurang dari tahun sebelumnya.

Selama ini pemerintah memang sudah membuat kebijakan untuk mengatasi masalah kerusakan jalan  dengan menetapkannya dalam APBN. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pada tahap pelaksanaan program tersebut. Ada beberapa oknum yang memanfaatkan proyek-proyek itu untuk kepentingan pribadi atau kelompok, sehinga kualitas bangunan tidak sebagus yang seharusnya. Oleh sebab itu, oknum-oknum yang melakukan penyelewengan harus ditindak tegas. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, menjelang mudik lebaran, pemerintah melakukan pembangunan jalan, dengan maksud untuk mengurangi potensi terjadinya kecelakaan dan kemacetan, seperti yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Namun, lagi-lagi pembangunan jalan tidak optimal, hanya sekedar membenahi jalan-jalan yang  berlubang dan dirasa paling parah. Dan kualitas jalannya pun tidak bertahan lama.

Peran masyarakat juga sangat dibutuhkan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kecelakaan, karena dengan adanya kesadaran berlalu lintas yang baik secara otomatis konsumerisme masyarakat dapat berangsur-angsur berkurang. Dengan begitu, kerusakan jalan juga akan berkurang dengan sendirinya. Jadi masyarakat dan pemerintah harus saling bersinergi, baik dalam mengawasi jalannya pembangunan maupun dalam pelaksaan program yang telah direncanakan.


Belajar dari banyaknya kasus kecelakaan yang terjadi beberapa waktu lalu, serta kemacetan di beberapa titik, maka pemerintah harus mengantisipasi jauh-jauh hari sebelum musim mudik tiba. Dengan mempersiapkan segala sesuatunya, seperti infrastruktur jalan, sarana prasarana, dan rambu lalu lintas, maka kemungkinan terjadinya hal yang tidak diinginkan akan bisa diminimalisir. Terutama soal infratruktur jalan, jangan sampai hanya dibangun menjelang lebaran saja, sehingga terkesan dadakan dan kualitasnya buruk. Pemerintah harus berfikir jangka panjang, untuk keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan saat mudik tiba. Selain itu, pengguna jalan seharusnya lebih berhati-hati saat berkendara terutama pada musim mudik seperti sekarang ini. Wallahu a’lam.


*) Oleh : Agusti Alfi Nurul Insani


Peneliti Muda di Lembaga Studi Agama dan Nasionalisme (LeSAN), Sekretaris di Komunitas Santri Canggih (KSC) IAIN Walisongo Semarang. Tayang di Koran Pagi Wawasan, 2-8-2014
1 Komentar untuk "Belajar dari Mudik Lebaran 2014"

terimakasih banyak, sangat membantu sekali nih pengalamannya...

http://www.tokoobatku.com/obat-penyakit-batu-ginjal-herbal/

Back To Top