MENGHAPUS MENTAL INLANDER

MENGHAPUS MENTAL INLANDER
Oleh: Muhammad Iqbal Haidar*
Budaya bangga dengan produk asing tidak bisa dielakkan dari realitas di negara kita sekarang. Kebanyakan masyarakat negeri ini, menganggap bahwa produk hasil karya anak bangsa kurang berkualitas dibandingkan produk asing. Padahal kenyataannya, banyak produk domestik yang mampu bersaing, bahkan mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan dengan produk luar negri. Kegemaran mengkonsumsi barang luar, menyebabkan bangsa negara ini menjadi bangsa yang konsumtif, dan kurang kreatif. Celah inilah yang dimanfaatkan produsen asing untuk dapat melemahkan produsen dalam negeri dengan berbagai produk yang mereka hasilkan. Sehingga, yang terjadi adalah matinya produktifitas usaha dalam negeri dan, karena bangsa ini terlalu responsif terhadap produk-produk luar yang dianggap lebih baik.

Peristiwa di atas, merupakan dampak yang disebabkan oleh mental Inlander yang telah mendarah daging dalam mindset bangsa Inidonesia dari masa kolonial Belanda, hingga sekarang. Istilah Inlander muncul pertama kali ketika masa penjajahan Belanda, untuk menyebut masyarakat Pribumi. Pada saat itu, golongan pribumi ditempatkan dalam kasta paling rendah  dibandingkan golongan lain. Konstelasi politik yang sepenuhnya diatur oleh pemerintahan Belanda saat itu, menempatkan bangsa Belanda pada kedudukan tertinggi, karena merekalah yang berkuasa. Sehingga, terjadi doktrinisasi paradigma terhadap masyarakat Pribumi untuk hormat dan tunduk terhadap bangsa Belanda. Sebagai golongan yang lemah, masyarakat pribumi hanya pasrah terhadap segala perlakuan orang-orang Belanda terhadap mereka.

Implikasi yag terjadi, masyarakat negeri ini tidak memiliki kepercayaan diri sebagai bangsa yang berideologi bahkan hingga sekarang.  Bukti nyata kasus ini adalah dalam hal pengelolaan kekayaan alam. Dengan ratusan juta penduduk yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, sudah merupakan daya yang lebih dari cukup untuk mengolah sendiri kekayaan alam yang dimiliki. Akan tetapi  karena rasa kolot yang masih terkandung dalam badan, kebanyakan urusan pengolahan sumberdaya alam, masih diserahkan kepada pihak asing. Sehingga, keuntungan besar pengeksploitasian kekayaan alam, justru diperoleh bangsa asing. Ibaratnya, bangsa ini hanya menjadi pembantu di rumah sendiri.

Di sisi lain, muncul juga paradigma yang menganggap bangsa asing lebih unggul dari bangsa lokal. Padahal, sebenarnya bangsa negeri ini memiliki banyak sekali kelebihan apabila dibandingkan dengan bagsa negara lain. Misalkan dalam hal kebudayaan, tidak ada negara di belahan dunia manapun yang dapat menyaingi kekayaan budaya di Indonesia. Data dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata menyatakan bahwa di Indonesia terdapat 6.342 benda cagar budaya. Selain itu, Indonesia juga memiliki lebih dari 300 bahasa lokal dan 1000 entis asli. Tentu saja kekayaan budaya bangsa ini, tidak bisa dinilai dengan materi. Namun, kelebihan-kelebihan ini telah terhegemoni oleh pengaruh virus Inlander yang teramat kuat. Sehingga, bangsa ini pun selalu beranggapan bahwa bangsa lain lebih superior.

Tak dapat dipungkiri, pengaruh mental Inlander yang sangat kuat, juga menjangkiti elit politik negeri ini. Pemerintah yang semestinya menjadi tulang punggung negara untuk membasmi virus ini ternyata juga mampu dibutakan oleh pesona negara asing. Contoh paling nyata yang benar-benar telah memperlihatkan betapa kolot pemerintah negeri ini adalah keputusan pemerintah untuk mengirimkan delegasi guna studi banding ke Yunani,. Kejayaan Yunani sekarang sudah habis kejayaannya. Maka sangat tidak perlu untuk melakukan tindakan ini. Sebab, hanya membuang buang uang negara, yang akhirnya akan menyengsarakan rakyat.

Ketika pemimpin negara mempunya mental lemah, mereka akan mudah dikendalikan dari luar. Dampaknya, sebagai penyelenggara kekuasaan, otoritas untuk menjalankan kekuasaan mereka akan mudah untuk diambil alih oleh pihak luar. Di sisi lain, elit politik negri ini, seakan sudah terlena dengan bantuan dan juga hutang luar negri. Yang mengakibatkan tergadaikannya martabat negara yang telah merdeka selama 67 tahun ini. Karena terlalu banyak bergantung kepada negara lain, lambat laun akan menyebabkan negara ini kehilangan independensi sebagai suatu negara yang berdaulat. Di negara feodal seperti Indonesia, sosok pemimpin sangat berpengaruh terhadap semua lini. Kalau pemimpinnya saja bermental budak, maka hancurlah bangsa ini.

Dan  implikasi dari segala permasalahan yang telah terjadi yaitu, bangsa ini tidak memiliki jati diri yang jelas, sehingga mudah terintervensi bangsa luar. Pada akhirnya, negara Indonesia tidak menjadi negara yang berdaulat, melainkan hanya menjadi negara boneka. Walaupun dikatakan bahwa ideologi negara Indonesia adalah Pancasila, tapi kenyataannya kita justru tunduk pada ideologi Barat.

Penjajahan secara fisik memang sekarang sudah tidak kitra rasakan. Akan tetapi, muncul penjajahan ideologi bangsa yang berdampak jauh lebih buruk jika dibandingkan penjajahan fisik zaman dahulu. Jika kondisi seperti ini terus berlanjut, negara kita hanya tinggal nama saja.

Butuh langkah yang sistemik, untuk membakar habis mental Inlander yang telah menghinggapi bangsa kita selama berabad-abad. Belanda menanamkan mental Inlander kepada masyarakat Indonesia melalui kekuasaan mereka, dengan skema yang rapi. Maka cara untuk meruntuhkannya, juga perlu adanya langkah yang skematik dari pemimpin. Dengan kekuasaan yang dimiliki, pemimpin harus bisa memberikan contoh sekaligus mensinergikan semua rakyat untuk melakukan perbaikan mental.

Perbaikan mental pertama-tama dilakukan dengan cara  merubah paradigma bangsa yang terlalu mengagungkan bangsa asing. Sebagai bangsa yang berbudaya dan beradab, bangsa ini harus bangga dengan budaya sendiri. Kemudian, apabila sudah terjadi perbaikan paradigma bangsa, rasa percaya diri masyarakat akan muncul. Sehingga, jika memandang bangsa lain kita tidak merasa minder dan merasa dapat bersaing dengan mereka.

Apabila semuanya sudah dapat disinergikan dengan baik, pasti bangsa kita tidak akan terombang-ambing oleh ideologi inlander. Bangsa kita akan memiliki jati diri yang jelas, percaya diri yang tinggi dan menjadi bangsa yang berkarakter kuat. Sehingga, Indonesia tidak lagi menjadi negara kerdil. Wallahu a’lam bi al shawab.

*) Kru Magang di The Fatwa Center. Tayang di Koran Wawasan.
0 Komentar untuk "MENGHAPUS MENTAL INLANDER "

Back To Top