Revolusi Mental Pendidik

revolusi mental pendidik
Oleh: Azizah*
“Revolusi Mental”, merupakan kata yang tidak asing lagi di telinga masyarakat. Kata-kata ini sudah melekat dalam hati rakyat. Karena, sejak beberapa dekade yang lalu istilah revolusi menjadi program unggulan Jokowi-JK dalam kampanye pilpres. Yang sekarang ke-duanya berhasil menjadi presiden dan wakil presiden bangsa Indonesia. Mereka berjanji akan membawa Indonesia pada kesejahteraan yaang nyata. Masyarakat pun memberi apresiasi pada keduanya. Masyarakat yakin Indonesia akan menjadi bangsa yang hebat apabila segera direvolusi mentalnya.

Sepertinya revolusi mental harus segera diwujudkan. Agar problem-problem lawas bangsa ini segera terselesaikan. Tidak akan ada lagi tradisi korupsi, kemiskinan, kekerasan, kebodohan dan permasalahan lainnya. Maka itu, semua harus direvolusi, tidak terkecuali pendidikan di Indonesia. Pendidikan menjadi persoalan penting, karena ia menjadi kunci keberhasilan suatu bangsa. Dan yang menjadi penggerak utama dalam dunia pendidikan adalah para pendidik. Sehingga, yang berhak menjadi pendidik adalah mereka yang benar-benar berkualitas. Agar output dari dunia pendidikan juga berkualitas.

Dewasa ini, banyak pendidik yang tidak memahami arti mendidik. Mereka beranganggapan bahwa profesi mendidik hanya sebagai formalitas saja, yang penting mendapat pekerjaan dan bisa digunakan sebagai ajang untuk mencari uang, tanpa memikirkan generasi penerus bangsa. jika sudah demikian, perlu adanya revolusi mental pendidik. pendidik harus sadar bahwa mendidik bukan sekedar transfer of knowledge, tetapi mereka juga bertanggung jawab atas moral setiap peserta didik.

Kondisi pendidik Indonesia sangat memprihatinkan. Mulai dari sistem pendidikan, kualitas pendidik, hingga birokrasi pendidik pun terlihat amburadul. Akibatnya, peserta didik yang dihasilkan juga amburadul, tidak jelas. Buktinya, banyak yang menempuh pendidikan setinggi tingginya, tapi masih saja memiliki mental korupsi. Lihat saja dalam urusan dana pendidikan, sering disalahgunakan dan terkadang dijadikan alat untuk mencari dana dari pemerintah. Namun, ketika sudah dapat, bukan digunakan untuk membangun sarana-prasarana melainkan untuk dikorupsi.

Apabila pendidik yang mengenyam pendidikan tinggi mempunyai akhlak semacam itu, yang tidak bisa menjaga martabat sebagai seorang pendidik. Maka hal itu justru akan merusak pandangan masyarakat terhadap dunia pendidikan. Berdasarkan pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW), perguruan tinggi menjadi pelaku korupsi dengan penyelewengan uang negara sejumlah Rp.217,1 M pada 30 praktik korupsi.

Sesungguhnya, penyelenggaraan proses pendidikan yang ideal membutuhkan tenaga pendidik dengan kualitas dan kuantitas yang cukup. Agar mereka bisa lebih mudah menyesuaikan diri dengan perubahan situasi dan kondisi dalam menghadapi tantangan kehidupan yang selalu berubah-ubah. Apabila pendidik mempunyai kapabilitas yang baik, maka akan mampu menciptakaan aktivitas-aktivitas pendidikan yang kreatif dan bisa mengarahkannya pada perkembangan yang optimal sesuai dengan situasi dan kondisi.

Oleh karena itu, revolusi mental pendidik harus segera digerakkan. Karena dengan adanya revolusi mental ini, diharapkan pendidik mampu mengubah maindset  yang sudah melekat dalam jiwa pendidik. Jadilah pendidik yang mencerdaskan, agar cita-cita bangsa untuk mecerdaskan kehidupan bangsa bisa terwujud. Ketika paradigma pendidik sudah mulai berubah. Maka, pendidikan yang tinggi dan berkualitas akan bisa diciptakan. Akan tetapi, jika tidak maka selamanya pendidikan Indonesia akan terus terpuruk. Wallahu a’lam bi al-shawab.

*) Penulis adalah Mahasiswi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Manajemen Pendidikan Islam UIN Walisongo Semarang. Tayang di Koran Jateng Pos, 13-2-2015
Tag : Pendidikan
0 Komentar untuk "Revolusi Mental Pendidik"

Back To Top